Selasa, 10 April 2012

Ibu, Wanita Penggalan Syurga

Menerawang mimpi indah seorang wanita dengan cita-cita menjadi wanita sempurna dalam hidupnya. Apakah jawaban dari cita-cita nan mulia??? Jawabannya hanya satu kata sarat makna yaitu IBU.
Ya…itulah cita-cita ibu kita dahulu dimasa belianya, bahkan sampai terjalinnya sebuah bahtera rumah tangga. Niat itu tak pernah luntur dari benaknya. Sampai dengan ikhtiar dan doanya berbuah permata. Maka , inilah kita sekarang anaknya. Yang begitu di damba dalam hidupnya.
Wahai ibu, apa yang kau rasakan????
Berawal dari…
Mual, tidak enak makan, tidak enak minum, tidur tidak nyaman, sampai terjagapun lemas terasa di badan. Ngidam, itu kata orang kebanyakan.
Bahagia yang kau rasa atas benih dalam kandungan tak menjadikan keluhan pada tiga bulan awal kehamilan.
Tapi ternyata aku salah….rasa mualnya tidak hanya tiga bulan, sampai lima bulan bahkan ada yang mual selama usia kandungan. Sembilan bulan??? Tak terbayangkan…
Setiap saat di paksakan menguatkan badan, walau susah menelan makanan dan minuman, namun tiada rasa jenuh itu menyerang. Kata ibu “ini demi pertumbuhan anak dalam kandungan”
Bidan, dokter umum, sampai spesialis kandungan pun menjadi tujuan pemeriksaan. Kata ibu “ ini demi kesehatan anak dalam kandungan”
Lantunan ayat Al-qur’an, musik klasik sampai membacakan cerita dua kali sehari sambil mengelus-elus perut yang semakin membesar. Kata ibu “ ini demi perkembangan kecerdasan otak anak dalam kandungan”
Tidur dengan posisi terlentang yang menyesakkan dada, posisi miringpun akhirnya kesemutan, jalan-jalan pagi dan sore hari sampai senam hamil dipraktekkan. Kata ibu “ ini demi kelancaran persalinan anak dalam kandungan.
Amalan wajib dan sunnah dilaksanakan. Kata ibu ” ini demi memohon agar kelak anak dalam kandungan menjadi shalih/ shalihah”
Tiba saatnya melahirkan, kembali aku bertanya ”Wahai ibu, apa yang kau rasakan???”
Sakit tak tertahankan, terutama pada daerah pinggang dan punggung bawah bagian belakang, dera nafas tak lagi normal, seluruh tenaga dikumpulkan untuk mengejan. Entah berapa hentakan yang dilakukan demi mendorong bayi mungil agar selamat menghirup udara fananya dunia.
Sekarang anakpun dalam buaian kasih sayang...
Menjadi permata dalam keluarga...
Penawar duka dan lara di jiwa…
Diajarkan ilmu yang berguna..
Mengenal Allah dan Rasulnya..
Dididik sampai kini menjadi dewasa…
Namun, apa balasanku buatmu wahai ibu???
Setiap kali ibu mendidikku, pernahkah terdengar keluhannya?? Beliau tak pernah mengeluh, yang terdengar ádalah keresahannya karena kebandelan ku, karena ketidak patuhan ku, karena setiap sangkalan ku sebagai bentuk pembelaan diri untuk tidak disalahkan.
Atas semua yang ku lakukan, ibu tak pernah punya secuil dendam pada kami anak-anaknya. Setiap salah ku di balasnya dengan senyum dan tangis dalam setiap doa dan munajadnya.
Serupa apakah ibu yang sempurna bagi ku??
Ibu adalah manusia biasa, tak sempurna sama seperti aku anaknya. Jika aku belum bisa menjadi anak yang sempurna, maka jangan pernah terpikir olehku menuntut kesempurnaan darimu ibu.
Ketahuilah, bahwa ibu berperan besar dalam hidup ku. Tapi aku tak pernah tahu betapa ’keras’ kerja yang telah dilakukan ibu buat kami anak-anaknya, sampai aku sendiri sebagai anak bisa merasakan apa yang dirasakannya.
Ada hal pedih yang harusnya aku rasakan, pernahkah aku menjadi anak yang berbakti? Ku bertanya pada diri, “mengapa tangan ibu tak sehalus tanganku?”, dan ibu tak pernah sedikitpun memaksa bahwa “tanganmu harus sama dengan tangan ibu”.
Lalu kurasakan pedih dalam benakku, kelopak mataku menghangat ingin menangis dan tak bisa berkata-kata. Lalu akupun berjanji dalam hati takkan menggerutu atas apa yang dilakukan ibu padaku. Akankah ku tepati janji itu??? Setiap janji adalah hutang yang tak selalu tertulis dan menjadi bukti nyata, untuk digunakan sebagai tuntutan bila janji tak terwujud.
Dan ini semua bagi yang masih merasakan kasih sayang seorang ibu.
Mungkin kita pernah merasa tersakiti dengan kemarahannya
Tapi, pantaskah kita marah padanya???
Pantaskah kita membalas kemarahannya???
Tidaklah dimiliki hak untuk marah, seorang anak bahkan berhutang nyawa pada ibu yang melahirkannya. Maka seorang anak takkan sanggup melunasi hutang-hutang itu. Hutang-hutang atas kerja kerasnya, hutang-hutang atas kegigihannya, hutang-hutang atas keikhlasannya, hutang-hutang atas keterjagaannya, hutang-hutang atas setiap untaian doa dalam munajadnya, dan semua itu tertuju untuk kita anak-anaknya.
Maka ku tuliskan dalam catatanku : aku tidak boleh marah pada ibu. Jika tidak mengikuti nasehat ibu, akan berada di mana aku hari ini? Aku takkan tumbuh dewasa dan mengerti hal-hal baik dalam hidupku. Jika ibu tak membimbingku, walaupun dengan sedikit kemarahannya, aku takkan pahami indahnya kehidupan, aku takkan pahami arti sebuah kepatuhan.
Bagaimana bagi yang telah ditinggal ibu???
Bagaimana kau memenuhi janjimu???
Apakah hanya penyesalan yang terpatri dalam hatimu???
Selama beliau masih ada, apa yang kau lakukan padanya???
Sungguh…semua telah diatur olehNya yang kuasa. Doa anak yang shalih / sahalihah akan menjadi amal yang tak terputus baginya dan menemaninya sebagai amal di hadapan Sang Pencipta.
Bagi yang tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
Jangan kau terlarut dalam dukamu, yakinlah kau ada karena seorang ibu yang mempertaruhkan nyawa melahirkanmu. Yakinlah bahwa beliau sangat menyayangimu. Berdo’alah, jika tidak dipertemukan di dunia, maka yakinlah Allah berkenan mengumpulkan kalian nanti dalam jannahNya, amin.
’syurga di telapak kaki ibu’,....wahai IBU...kaulah wanita penggalan syurga bagiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar